ANEKDOT HUKUM
SIDANG KASUS DI INDONESIA
Pada sebuah persidangan tentang kasus
penyuapan, Roy sedang menjalankan tugasnya sebagai saksi. Sesampainya di ruang
sidang Roy pun duduk manis di tempatnya.
Sidang
berlangsung serius dan tegang, itu membuat otot-otot Roy menjadi kaku, ditambah
lagi acara persidangan yang terlalu bertele tele sehingga membuat Ray
mengantuk. Untuk mengurangi rasa kantuk, Roy menatap ke luar jendela sidang dan
mulai menghitung banyaknya kendaraan umum yang ada, sampai beberapa saat jaksa
bertanya kepada Roy,
“Baiklah
Saudara saksi, bagaimana kesaksian Anda? Apakah Saudari Yanti telah menyuap
seseorang di DPR?” tanya Jaksa. “Saudara Roy, anda telah disumpah, sebagai
saksi anda harus jujur!” Tetapi Roy
tetap bergeming. “Saudara Roy, jawab pertanyaan saya!”
Roy
seketika terkejut dan langsung menjawab pertanyaan Jaksa. “Maaf Pak, tetapi
saya anak tunggal, saya tidak punya saudara, saya kira Bapak memanggil orang
lain.” “Saya bertanya, apakah benar saudari Yanti menyuap seorang anggota DPR?”
tanya Jaksa kemudian.
“Yang
saya lihat adalah benar, akan tetapi saya bingung, pada pasal berapakah dalam
peraturan perundang-undangan negara ini yang melarang suami istri bermesraan?”
jawab Roy kebingungan. Jaksa pun menjadi kesal, “Anda ini bicara apa, Saudara
Roy?” Tak ada jawaban lagi dari Roy. Jaksa lalu bicara lagi, “Saudara Roy?”
“Maaf
Pak, tapi saya sudah bilang sebelumnya, saya bukan saudaranya Roy. Nama saya
sendiri Roy, dan saya adalah anak tunggal!” jawab Roy dengan nada kesal. “Baiklah-baiklah,
Roy, apa maksud anda barusan saat anda menjawab pertanyaan Jaksa?” tanya hakim.
Roy
pun menjelaskan, “Memang benar Yanti
menyuap anggota DPR, tapi DPR itu adalah suami dari Yanti itu sediri, karena
pada saat itu tepat jam makan siang, maka Yanti dengan manjanya menyuapi
suaminya itu sambil berkata, ‘Maem yang banyak ya cayang’”.
Mendengar
penjelasan Roy, hakim pun memutuskan untuk menghentikan persidangan dan menutup
kasus tersebut, dengan hasil bahwa Saudari Yanti tak bersalah. Seluruh orang
yang menghadiri persidangan tersebut pun pulang. Hakim pun berbisik pada Jaksa,
“Lain kali, cari saksi itu yang otaknya di kepala ya.”
Kritik dari anekdot di atas yaitu tentang bagaimana
jalannya hukum di Indonesia yang rumit dan tidak jelas. Ketidakjelasan dan
kerumitan dari jalannya hukum di Indonesia membuat para saksi, terdakwa, dan
anggota sidang yang lain dibuat bingung dengan kasus yang sederhana.
DRAMA
SIDANG KASUS DI INDONESIA
Pada sebuah persidangan tentang kasus
penyuapan, Roy sedang menjalankan tugasnya sebagai saksi. Sesampainya di ruang
sidang Roy pun duduk manis di tempatnya.
Sidang
berlangsung serius dan tegang, itu membuat otot-otot Roy menjadi kaku, ditambah
lagi acara persidangan yang terlalu bertele tele sehingga membuat Ray mengantuk.
Untuk mengurangi rasa kantuk, Roy menatap ke luar jendela sidang dan mulai
menghitung banyaknya kendaraan umum yang ada, sampai beberapa saat jaksa
bertanya kepada Roy.
Jaksa : “Baiklah Saudara saksi, bagaimana
kesaksian Anda? Apakah Saudari Yanti telah menyuap seseorang di DPR?”
Jaksa
pun melanjutkan pertanyaannya.
Jaksa : “Saudara Roy, anda telah disumpah, sebagai
saksi anda harus jujur!”
Tetapi Roy tetap bergeming.
Jaksa :
“Saudara Roy, jawab pertanyaan saya!”
Roy :
“Maaf Pak, tetapi saya anak tunggal, saya tidak punya saudara, saya kira Bapak
memanggil orang lain.”
Jaksa :
“Saya bertanya, apakah benar saudari Yanti menyuap seorang anggota DPR?”
Roy :
“Yang saya lihat adalah benar, akan tetapi saya bingung, pada pasal berapakah
dalam peraturan perundang-undangan negara ini yang melarang suami istri
bermesraan?”
Jaksa :
“Anda ini bicara apa, Saudara Roy?”
Tak ada jawaban lagi dari Roy.
Hakim :
“Saudara Roy?”
Roy :
“Maaf Pak, tapi saya sudah bilang sebelumnya, saya bukan saudaranya Roy. Nama
saya sendiri Roy, dan saya adalah anak tunggal!”
Hakim :
“Baiklah-baiklah, Roy, apa maksud anda barusan saat anda menjawab pertanyaan
Jaksa?”
Roy :
“Memang benar Yanti menyuap anggota DPR,
tapi DPR itu adalah suami dari Yanti itu sediri, karena pada saat itu tepat jam
makan siang, maka Yanti dengan manjanya menyuapi suaminya itu sambil berkata,
‘Maem yang banyak ya cayang’”.
Mendengar penjelasan Roy, hakim pun
memutuskan untuk menghentikan persidangan dan menutup kasus tersebut, dengan
hasil bahwa Saudari Yanti tak bersalah. Seluruh orang yang menghadiri
persidangan tersebut pun pulang. Akan tetapi, sebelum pulang hakim mengatakan
sesuatu kepada Jaksa.
Hakim :
“Lain kali, cari saksi itu yang otaknya di kepala ya.”
PUISI
HUKUM BENANG LAYANGAN
Kini tak bisa kumengerti
Betapa lucunya hukum negeriku ini
Kini tak dapat kupahami
Bagaimana bisa negeri tercinta ini
menjadi korup dengan moral terdegradasi?
Betapa disayangkan
Indonesia yang dulunya bersih dan jujur
menjadi kotor dan ternodai
Berkat perbuatan-perbuatan tercela
yang terus menerus dimaklumi
Indonesia butuh peringatan
Indonesia butuh perubahan
Jangan biarkan negeri tercinta ini
Jatuh lebih dalam ke lubang destruksi
Tegakkan kembali sangsi
Tegaskan lagi konsekuensi
Berikan apa yang pantas didapatkan
Agar Indonesia selalu jadi yang terdepan